Home » » Definisi Hukum Adat

Definisi Hukum Adat

Di Posting Oleh : Admind.msc- The Vamphire 8.02.2011 -10:36 PM

Definisi dari Hukum Adat menurut Prof. H. Hilman Hadikusuma adalah aturan kebiasaan manusia dalam hidup bermasyarakat. Kehidupan manusia berawal dari berkeluarga dan mereka telah mengatur dirinya dan anggotanya menurut kebiasaan, dan kebiasaan itu akan dibawa dalam bermasyarakat dan negara.
Kepribadian bangsa kita dapat dilihat dari keanekaragaman suku bangsa di negara ini yang ada pada Lambang negara kita Garuda Pancasila dengan slogannya “Bhineka Tunggal Ika” ( Berbeda – Beda tetapi tetap satu jua ).
Dengan mempelajari hukum adat di Indonesia maka kita akan mendapatkan wawasan berbagai macam budaya hukum Indonesia, dan sekaligus kita dapat ketahui hukum adat yang mana ternyata tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, dan hukum adat yang mana dapat di konkordasikan dan diperlakukan sebagai hukum nasional.
Berkat hasil penelitian Prof. Mr. C. Vollenhoven di Indonesia yang membuktikan bahwa bangsa Indonesia mempunyai hukum pribadi asli, dan dengan demikian bangsa Indonesia semenjak tanggal 17 Agustus 1945 melalui undang-undang dasarnya dapat mewujudkan tata hukum Indonesia.
Sifat dari hukum adat memiliki unsur elasitas, flesible, dan Inovasi, ini dikarenakan hukum adat bukan merupakan tipe hukum yang dikodifikasi (dibukukan). Istilah Hukum adat Indonesia pertama kali disebutkan dalam buku Journal Of The Indian Archipelago karangan James Richardson Tahun 1850.
Van Vollenhoven menjelaskan bahwa hukum adat adalah Keseluruhan aturan tingkah laku positif yang di satu pihak mempunyai sanksi (oleh karena itu disebuthukum) dan di pihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasikan ( Oleh karena itu disebut adat ).
Bushar Muhammad menjelaskan bahwa untuk memberikan definisi hukum ada sulit sekali karena, hukum adat masih dalam pertumbuhan; sifat dan pembawaan hukum adat ialah:
  • Tertulis atau tidak tertulis.
  • Pasti atau tidak pasti.
  • Hukum raja atau hukum rakyat dan sebagainya.
Terhar berpendapat bahwa hukum adat dalam dies tahun 1930 dengan judul Peradilan landraad berdasarkan hukum tidak tertulis yaitu :
  • Hukum adat lahir dari & dipelihara oleh keputusan-keputusan, seperti:
  • Keputusan berwibawa dari kepala rakyat ( para warga masyarakat hukum ).
  • Para hakim yang bertugas mengadili sengketa, sepanjang keputusan-keputusan itu tidak bertentangan dengan keyakinan hukum rakyat (melainkan senafas / seirama).
  • Dalam orasi tahun 1937 “Hukum Hindia belanda di dalam ilmu, praktek & pengajaran menjelaskan bahwa hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan para fungsionaris hukum yang berwibawa serta berpengaruh dan yang dalam pelaksanaannya dipatuhi dengan sepenuh hati. (Para fungsionaris hukum: hakim, kepala adat, rapat desa, wali tanah, petugas dilapangan agama, petugas desa ajaran keputusan ( Bestissingenteer ) lainnya ).
Koentjaningrat mengatakan batas antara hukum adat & adat adalah mencari adany empat ciri hukum / attributes of law yaitu:
  1. Attribute of authority : Adanya keputusan-keputusan melalui mekanisme yang diberi kuasa dan berpengaruh dalam masyarakat.
  2. Attribute of Intention of universal application : Keputusan-keputusan dari pihaj yang berkuasa itu harus di maksudkan sebagai keputusan-keputusan yang mempunyai jangka waktu panjang & harus dianggap berlaku juga terhadap peristiwa-peristiwa yang serupa pada masa akan datang.
  3. Attribute of obligation (ciri kewajiban) : Keputusan-keputusan dari pemegang kuasa itu harus mengandung rumusan mengenai hak & kewajiban.
  4. Attribute of sanction (ciri penguat) : Keputusan-keputusan dari pemegang kuasa itu harus dikuatkan dengan sanksi dalam arti luas. Bisa berupa sanksi jasmaniah; sanksi rohaniah (rasa malu, rasa dibenci), Pola pikir dari Koentjaningrat dipengaruhi oleh L. POSPISIT seorang sarjana antroplogi dari amerika serikat.
Soerjono Soekanto berpendapat bahwa hukum adat adalah kompleks adat-adat yang tidak dikitabkan (tidak dikodifikasikan) bersifat paksaan (mempunyai akibat hukum. Supomo & hazairin mengambil kesimpulan bahwa hukum adat adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungan satu sama lain, baik yang merupakan keseluruhan kelaziman, kebiasaan dan kesusilaan yang benar-benar hidup di masyarakat adat karena dianut dan dipertahankan oleh anggota-anggota masyarakat itu, maupun yang merupakan keseluruhan peraturan yang mengenal sanksi atas pelanggaran dan yang ditetapkan dalam keputusan-keputusan para penguasa adat. (mereka yang mempunyai kewibawaan dan berkuasa memberi keputusan dalam masyarakat adat itu) yaitu dalam keputusan lurah, penghulu, pembantu lurah, wali tanah, kepala adat, hakim.
Ketentuan hasil seminar Hukum adat di Yogyakarta Tahun 1975 tentang definisi hukum adat adalah sebagai berikut:
Hukum adat adalah Hukum indonesia asli yang tidak tertulis dalam perundang-undangan RI dan disana-sini mengandung unsur agama. Kedudukan Hukum Adat sebagai salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional yang menuju pada unifikasi hukum (penyamaan hukum).
Beberapa pendapat pakar yang lain tentang pengertian hukum Adat antara lain:

  1.  Van Vollenhoven menjelaskan bahwa hukum adat adalah Keseluruhan aturan tingkah laku positif yang di satu pihak mempunyai sanksi (oleh karena itu disebuthukum) dan di pihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasikan (oleh karena itu disebut adat). 
  2. Bushar Muhammad menjelaskan bahwa untuk memberikan definisi hukum ada sulit sekali karena, hukum adat masih dalam pertumbuhan; sifat dan pembawaan hukum adat ialah:Tertulis atau tidak tertulis,Pasti atau tidak pasti,Hukum raja atau hukum rakyat dan sebagainya. 
  3. Terhar berpendapat bahwa hukum adat dalam dies tahun 1930 dengan judul Peradilan landraad berdasarkan hukum tidak tertulis yaitu: Hukum adat lahir dari & dipelihara oleh keputusan-keputusan, seperti: Keputusan berwibawa dari kepala rakyat (para warga masyarakat hukum).Para hakim yang bertugas mengadili sengketa, sepanjang keputusan-keputusan itu tidak bertentangan dengan keyakinan hukum rakyat (melainkan senafas/seirama).Dalam orasi tahun 1937 Hukum Hindia belanda di dalam ilmu, praktek & pengajaran menjelaskan bahwa hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan para fungsionaris hukum yang berwibawa serta berpengaruh dan yang dalam pelaksanaannya dipatuhi dengan sepenuh hati. (Para fungsionaris hukum: hakim, kepala adat, rapat desa, wali tanah, petugas dilapangan agama, petugas desa lainnya) ajaran keputusan (Bestissingenteer). 
  4. Prof. M. M. Djojodigoeno, SH. mengatakan bahwa hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan.
  5. Menurut Prof. Mr. C. Van Vollenhoven, hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda dahulu atau alat-alat kekuasaan lainnya yang menjadi sendinya dan diadakan sendiri oleh kekuasaan Belanda dahulu
  6. Soerjono Soekanto berpendapat bahwa hukum adat adalah kompleks adat-adat yang tidak dikitabkan (tidak dikodifikasikan) bersifat paksaan (mempunyai akibat hukum. 
  7. Supomo & hazairin mengambil kesimpulan bahwa hukum adat adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungan satu sama lain, baik yang merupakan keseluruhan kelaziman, kebiasaan dan kesusilaan yang benar-benar hidup di masyarakat adat karena dianut dan dipertahankan oleh anggota-anggota masyarakat itu, maupun yang merupakan keseluruhan peraturan yang mengenal sanksi atas pelanggaran dan yang ditetapkan dalam keputusan-keputusan para penguasa adat. (mereka yang mempunyai kewibawaan dan berkuasa memberi keputusan dalam masyarakat adat itu) yaitu dalam keputusan lurah, penghulu, pembantu lurah, wali tanah, kepala adat, hakim. 
  8. Ketentuan hasil seminar Hukum adat di Yogyakarta Tahun 1975 tentang definisi hukum adat adalah sebagai berikut: Hukum adat adalah Hukum indonesia asli yang tidak tertulis dalam perundang-undangan RI dan disana-sini mengandung unsur agama. Kedudukan Hukum Adat sebagai salah satu sumber penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional yang menuju pada unifikasi hukum (penyamaan hukum). 
  9. Koentjaningrat mengatakan batas antara hukum adat & adat adalah mencari adany empat ciri hukum / attributes of law yaitu:
  • Attribute of authority Adanya keputusan-keputusan melalui mekanisme yang diberi kuasa dan berpengaruh dalam masyarakat.
  • Attribute of Intention of universal application Keputusan-keputusan dari pihaj yang berkuasa itu harus di maksudkan sebagai keputusan-keputusan yang mempunyai jangka waktu panjang & harus dianggap berlaku juga terhadap peristiwa-peristiwa yang serupa pada masa akan datang.
  • Attribute of obligation (ciri kewajiban) Keputusan-keputusan dari pemegang kuasa itu harus mengandung rumusan mengenai hak & kewajiban. Attribute of sanction (ciri penguat).
    Batasan bidang yang menjadi objek kajian hukum Adat meliputi
    • Hukum Negara,
    • Hukum Tata Usaha Negara,
    • Hukum Pidana,
    • Hukum Perdata, dan
    • Hukum Antar Bangsa Adat.
    Di masyarakat, hukum Adat nampak dalam tiga bentuk, yaitu:
    1. Hukum yang tidak tertulis (jus non scriptum), merupakan bagian yang terbesar,
    2. Hukum yang tertulis (jus scriptum), hanya sebagian kecil saja, misalnya peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh raja dahulu seperti pranatan-pranatan di Jawa.

    Konstruksi Hukum Adat
    1. Sejarah Hukum Adat
    Paling tidak ada tiga kategori periodesasi ketika berbicara tentang sejarah hukum Adat, yaitu:
    1. Sejarah proses pertumbuhan atau perkembangan hukum Adat itu sendiri.Peraturan adat istiadat kita ini pada hakikatnya sudah terdapat pada zaman pra Hindu. Adat istiadat tersebut merupakan adat Melayu. Lambat laun datang di kepulauan kita ini kultur Hindu, kemudian kultur Islam dan kultur Kristen yang masing-masing mempengaruhi kultur asli kita.
    2. Sejarah hukum Adat sebagai sistem hukum dari tidak/belum dikenal hingga sampai dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan.Sebelum zaman Kompeni–sebelum 1602–tidak diketemukan catatan ataupun tidak terdapat perhatian terhadap hukum Adat. Dalam zaman Kompeni itulah baru bangsa Asing mulai menaruh perhatian terhadap adat istiadat kita.
    3. Sejarah kedudukan hukum Adat sebagai masalah politik hukum di dalam sistem perundang-undangan di Indonesia.
    Pada periode ini, setidaknya dapat kita bagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1) masa menjelang tahun 1848, 2) pada tahun 1848 dan seterusnya, dan 3) sejak tahun 1927, yaitu hukum Adat berganti haluan dari ‘unifikasi’ beralih ke ‘kodifikasi’.[3]
    2. Faktor Yang Mempengaruhi
    Di samping faktor astronomis–iklim–dan geografis–kondisi alam–serta watak bangsa yang bersangkutan, maka faktor-faktor terpenting yang mempengaruhi proses perkembangan hukum adat adalah:
    a. Magis dan animisme
    Alam pikiran mistis-magis serta pandangan hidup animistis-magis sesungguhnya dialami oleh tiap bangsa di dunia ini. Faktor pertama ini khususnya mempengaruhi dalam empat hal, sebagai berikut: 1) pemujaan roh-roh leluhur, 2) percaya adanya roh-roh jahat dan baik, 3) takut kepada hukuman ataupun pembalasan oleh kekuatan gaib, dan 4) dijumpainya orang-orang yang oleh rakyat dianggap dapat melakukan hubungan dengan roh-roh dan kekuatan-kekuatan gaib tersebut.
    b. Agama
    1. Agama Hindu. Agama ini pada lebih kurang abad ke-8 dibawa oleh orang-orang India masuk ke Indonesia. Pengaruh terbesar agama ini terdapat di Bali meskipun pengaruh dalam hukum Adatnya sedikit sekali.
    2. Agama Islam. Pengaruh terbesar nyata sekali terlihat dalam hukum perkawinan, yaitu dalam cara melangsungkan dan memutuskan perkawinan dan juga dalam lembaga wakaf.
    3. Agama Kristen. Di sini juga nampak dengan jelas, bahwa di kalangan masyarakat yang sudah memeluk agama Kristen, hukum perkawinan Kristen diresepsi dalam hukum Adatnya.
    c. Kekuasaan yang lebih tinggi daripada persekutuan hukum Adat.
    Kekuasaan itu adalah kekuasaan yang meliputi daerah-daerah yang lebih luas daripada wilayah satu persekutuan hukum, seperti misalnya kekuasaan raja-raja, kepala Kuria, Nagari dan lain sebagainya.

    d. Hubungan dengan orang-orang ataupun kekuasaan asing
    Faktor ini sangat besar pengaruhnya. Hukum Adat yang semula sudah meliputi segala bidang kehidupan hukum, oleh kekuasaan asing–kekuasaan penjajahan Belanda–menjadi terdesak sedemikian rupa hingga akhirnya praktis menjadi bidang Perdata material saja.[4]
    Masyarakat dan Perubahan Sosial

    1. Interaksi Sosial dan Stratifikasi Sosial
    Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi[5] menyatakan bahwa salah satu unsur obyek kajian sosiologi adalah proses sosial. Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan bersama.[6] Berlangsungnya proses interaksi didasarkan pada pelbagai faktor, antara lain faktor imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Adapun syarat-syarat terjadinya interaksi sosial adalah kontrak sosial dan komunikasi.
    Setiap masyarakat senantiasa mempunyai penghargaan tertentu terhadap hal-hal tertentu dalam masyarakat. Penghargaan itu akan menempatkan sesorang pada kedudukan yang lebih tinggi. Gejala ini menimbulkan adanya stratifikasi sosial (lapisan masyarakat), pembedaan masyarakat secara vertikal. Ukuran yang bisa dipakai untuk mengklasifikasi anggota masyarakat antara lain, ukuran kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dan ilmu pengetahuan. Ketika pola interaksi sosial serta sistem stratifikasi masyarakat bergeser maka hukum Adat sebagai norma dasar yang lebih dekat kepada masyarakat akan berubah juga.
    2. Perubahan Sosial dan Kebudayaan
    Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan. Perubahan itu dapat terjadi pada nilai sosial, norma sosial, pola perilaku organisasi, lapisan masyarakat, lembaga kemasyarakatan, interaksi sosial dan lain sebagainya. Perubahan sosial itu terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur geografis, biologis, ekonomis, atau kebudayaan.
    Para pakar sering mempersoalkan tentang hubungan antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan. Sebagian mengatakan bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan, karena kebudayaan mencakup semua aspek kehidupan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan perubahan sosial dan kebudayaan, yaitu:
    1. Jmlah penduduk yang berubah,
    2. penemuan baru,
    3. pertentangan masyarakat (conflict) dan
    4. terjadinya pemberontakan atau revolusi.[7]
    Catatan Penutup
    Sudah sekian lama pembahasan tentang hukum Adat belum diadakan pembaharuan dan reobservasi ulang. Masyarakat tidaklah statis, ia akan selalu berubah dan mengalami proses dinamisasi. Seseorang yang tidak sempat menelaah susunan dan kehidupan masyarakat desa di Indonesia misalnya, akan berpendapat bahwa masyarakat tersebut statis, tidak maju, dan tidak berubah. Pernyataan demikian didasarkan pada pada pandangan yang sepintas, kurang mendalam, dan hanya berhenti pada satu titik. Karena tidak ada suatu masyarakat pun yang berhenti pada satu titik tertentu sepanjang masa. Apalagi perubahan yang terjadi di masyarakat dewasa ini berjalan normal dan menjalar dengan cepat berkat adanya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk segera dilakukan rekonstruksi dan reresearch terhadap konsep hukum Adat di Indonesia.
    Menurut Prof. Mr. Paul Scholten mengatakan, bahwa hukum itu merupakan suatu sistem yang terbuka (Open System Van het Recht). Pendapat itu lahir dari kenyataan, bahwa dengan pesatnya kemajuan dan perkembangan masyarakat, menyebabkan hukum menjadi dinamis, terus menerus mengikuti proses perkembangan masyarakat.
    Berhubung dengan itulah telah menimbulkan konsekwensi, bahwa hakim dapat dan bahkan harus memenuhi kekosongan yang ada dalam sistem hukum, asalkan penambahan itu tidaklah membawa perubahan prinsipiil pada sistem hukum yang berlaku.
    Hukum di Indonesia berasal dari Hukum Eropa Kontinental, kebiasaan (Adat) dan hukum Islam, dan melalui interprestasi hakim dapat menyelaraskan keputusan yang mungkin sulit diambil dalam pengadilan.
    Hubungan hukum adat Indonesia dengan pasal 28 (1) adalah bahwa hakim memenuhi kekosongan hukum, apabila hakim menambah peraturan - perundangan, maka hal ini berarti bahwa hakim memenuhi ruangan kosong dalam sistem hukum formal dari tata hukum yang berlaku.
    Di Indonesia terdiri dari berbagai macam hukum adat yang diantaranya:
    1. Masyarakat Hukum Territorial
    2. Masyarakat Hukum Genealogis
    3. Masyarakat Hukum Territorial – Genealogis
    4. Masyarakat Hukum Adat – Keagamaan
    5. Masyarakat Adat di Perantauan
    6. Masyarakat Adat lainnya.

    Hukum Adat dan Masyarakat Hukum Adat
    Hukum Adat merupakan hukum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat adat karena merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dinamika masyarakat adat. Hukum adat berbeda dengan adat istiadat, yang dinamakan hukum adat harus mengandung sanksi tertentu, baik berupa sanksi fisik maupun denda lainnya. Dimana-mana diseluruh Indonesia orang mulai ramai membicarakan eksistensi hukum adat dan manfaatnya bagi kehidupan masyarakat adat.
    Hal ini membuat pemerintah mulai mengambil berbagai kebijakan terkait dengan hukum adat. Persoalan yang muncul terkait dengan ketaatan masyarakat terhadap hukum adat adalah Hukum adat kadang-kadang hanya dipandang sebagai bagian dari sistem hukum di Indonesia, tetapi penghargaan terhadap eksistensinya semakin luntur akibat kurang adanya perhatian dari pemerintah dan juga kepedulian dari masyarakat adat terutama generasi muda yang terpengaruh dengan budaya lain atau perkembangan masyarakat yang mengglobal (mendunia). Pada hal kini orang mulai mencari-cari akar budayanya untuk membangun bangsa dan negara. Contoh Jepang dan Korea Selatan yang maju dan modern tanpa meninggalkan adat dan hukum adat mereka.
    Perkembangan terakhir ini memperlihatkan bahwa, fungsi dan peran hukum adat di dalam masyarakat adat, menjadi agak kendor, sehingga dapat dikatakan menjadi kurang berdaya menghadapi berbagai kebijakan pemerintah yang lebih berorientasi pada pembangunan dan pengembangan ekonomi sehingga mengabaikan prinsip-prinsip dasar dari sebuah persekutuan hukum yang sudah lama mapan, sering terabaikan.
    Hukum adat adalah hukum yang sebagian besar tidak tertulis dan merupakan asas-asas atau prinsip-prinsip yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat adat, untuk mengatur hubungan-hubungan antar anggota masyarakat dalam suatu pergaulan hidup.
    Hukum adat adalah bagian dari hukum yang berasal dari adat istiadat yakni kaidah-kaidah sosial yang dibuat dan dipertahankan oleh para fungsionaris hukum (penguasa yang berwibawa) dan berlaku serta dimaksudkan untuk mengatur hubungan-hubungan hukum dalam masyarakat Indonesia.
    Menurut van Vollenhoven, untuk terbentuknya hukum adat janganlah menggunakan suatu teori, tetapi haruslah melihat kenyataan. Ter Haar Bzn mengatakan bahwa hukum adat yang berlaku hanya dapat dilihat dari petugas hukum seperti kepala adat, hakim adat, rapat adat dan perabot desa melalui suatu penetapan hukum. Logeman, mengatakan peraturan itu dikatakan sebagai hukum dilihat dari aspek sanksinya. Soepomo mengatakan bahwa hukum adat adalah peraturan mengenai tingkah laku manusia.
    Di dalam masyarakat hukum adat yang merupakan suatu bentuk kehidupan bersama yang warga-warganya hidup bersama untuk jangka waktu yang cukup lama, sehingga menghasilkan kebudayaan. Ternyata kebudayaan itu ada dan terlihat pada struktur-struktur yang secara tradisional diakui untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat.
    Menurut Hasairin, masyarakat hukum adat seperti desa di Jawa, marga di Sumatera, manua di Sulawesi Selatan, Nagari di Minangkabau, Kuria di Tapanuli adalah kesatuan kemasyarakatan yang mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri yaitu mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa, dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya. Bentuk kekeluargaannya (patrilineal, matrilineal atau bilateral) mempengaruhi sistem pemerintahannya terutama berlandaskan atas pertanian, peternakan, perikanan, dan pemungutan hasil hutan dan hasil air ditambah sedikit dengan perburuan binatang liar, pertambangan dan kerajinan tangan, semua anggotanya sama dalam hak dan kewajibannya. Penghidupan mereka berciri komunal, dimana gotong-royong, tolong-menolong, sangat terasa dan semakin mempunyai peran yang besar.
    Tanda-tanda yang dapat dipergunakan untuk melihat apakah masyarakat masih menggunakan hukum adat atau tidak adalah sebagai berikut :
    1. Didalam masyarakat tersebut ada aturan-aturan normatif, rumusan-rumusan dalam bentuk peribahasa atau asas-asas hukum yang tidak tertulis.
    2. Ada keteraturan di dalam melaksanakan rumusan-rumusan dalam bentuk peribahasa atau asas-asas hukum yang tidak tertulis tersebut melalui keputusan-keputusan kepala adat, musyawarah adat masyarakat adat setempat (keputusan dewan adat).
    3. Ada proses atau tata cara yang diakui masyarakat tentang penyelesaian suatu masalah khususnya suatu sengketa.
    4. Ada pengenaan sanksi maupun paksaan terhadap pelanggaran aturan-aturan normatif tersebut pada butir 1 diatas.
    5. Ada lembaga-lembaga khusus dibidang sosial, ekonomi maupun politik.
    Sebenarnya negara atau pemerintah bukan sekedar meminta persetujuan atau kesepakatan, tetapi lebih dari itu harus memberikan akses yang luas kepada masyarakat adat untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan, sehingga mereka tidak termarjinalisasi (terpinggirkan).
    Masyarakat adat sebagai bagian dari struktur pemerintahan negara pada umumnya, harus diposisikan sebagai bagian integral dalam proses pembangunan. Artinya partisipasi aktif masyarakat harus direspons secara positif oleh pemerintah sebagai pengambil kebijakan dan keputusan-keputusan politik maupun hukum. Masyarakat adat jangan dibangun berdasarkan kemauan pemerintah semata-mata, tetapi harus diberikan kebebasan untuk berkreasi sesuai potensi yang dimiliki, sehingga ada keseimbangan. Kebijakan pembangunan harus integrated (terpadu) dengan tetap berbasis pada masyarakat adat yang mempunyai hukum adat, sebagai bagian dari sistem hukum nasional yang patut diakui eksistensinya.

    Share this article :

    0 comments:

    Post a Comment

    Terima kasih telah membaca Definisi Hukum Adat, Jika ada yang Kurang Faham, kalian bisa bertanya melalui komentar, Terima kasih.